Share Lokasi? Yes or No? Memunculkan perdebatan di Kepala saya, sebertanggungjawab apakah kita untuk tidak atau menshare lokasi - lokasi? Belum lagi isu-isu "serangan anak alay" yang mengotori alam, membuat keadaan samar-samar seperti ini menjadi ricuh belakangan ini. Rasa penasaran saya tentang tempat - tempat luar biasa membuat saya merasa menjadi alay. Karena kepo itu lokasinya dimana? Pas liat postingan bagus, terang aja muncul penasaran. Saya terpukul tak sengaja ketika melihat caption postingan itu yang isinya "jangan share lokasi, nanti diserbu alay", ya kamu gak bisa ke sini man..
Ada benarnya juga, beberapa hari yang lalu saya ngobrol - ngobrol dengan salah satu penjaga Outdoor Store di Medan, sedikit mengeluh dengan "ulah" anak (katanya) alay, jangan posting - posting foto lagi, karena bakal banyak alay di sana. Gak ngerti lagi mau bilang apa, Sibayak atau Pusuk Buhit misalnya, sekarang udah pada ramai di sana, mungkin bukan di Sumatera Utara aja, tapi di tempat - tempat lain di Indonesia. Tapi sepertinya itu udah terjadi sejak lama, gak sekarang aja yang lagi booming-boomingnya traveling atau apalah itu. Sinabung (dulu), banyak juga kok aksi vandalis, coret - coret batu, petik bebas Edelweis (bener gak cara tulisnya?), tulis nama dengan susun batu di kawah. Kikis nama di Pohon. 10 tahun yang lalu pas pertama kalinya di Sinabung, sampah masih banyak kok di Puncak, abang - abang pecinta alam, bawa bergoni - goni (karung) botol plastik Air Mineral bekas.
Ntah di mana salahnya? Maraknya "alay" gak kalah dengan semakin latahnya manusia ribut tentang "cinta alam", alay tidak berhak masuk ke sini!!!, terus anda tau ke sana dari mana? Ujung-ujungnya yang muncul merasa eksklusif, selain saya, anda (alay) tidak boleh!! Titik. Tapi tetap ngeposting di Instagram. Gunanya apa? -
Comments
Post a Comment