Toleransi Yang Rancu

Sedikit terganggu dengan kata Toleransi, apakah toleransi sendiri pantas didapatkan oleh satu kelompok saja karena mereka merasa begitu layak mendapatkannya, atau kelompok lain hanya bisa dapat memberikan toleransi tanpa harus mendapatkan toleransi, atau harus mentolerir terlebih dahulu baru boleh mendapat toleransi, bingung? Mari kita sama-sama bingung. 

Manusia memang suka bahkan secara tidak sadar membesar-besarkan masalah, dan seharusnya masalah tidak sepatutnya menjadi sebuah masalah jika tidak dipermasalahkan, tapi disini aku tak ada maksud untuk menyalahkan pihak-pihak manapun, karena masalah toleransi emang agak sedikit rancu, satu kelompok merasa berhak mendapatkan toleransi, di sisi lain hal tersebut mungkin hampir tidak dapat ditolerir kelompok lain.


Boleh setuju atau gak setuju dengan apa yang dilakukan orang lain, tapi gak mungkin lah gak ada batasannya untuk (sangat) gak setuju dengan apa yang dilakukan orang lain dan kebiasaanya, ya ketentuannya dengan tetap (saling) menjaga kesopanan dan menghormati. Secara teori Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan di pelajaran SD dulu: Setiap orang harus dapat menghormati hak orang untuk memegang pandangannya yang berbed, bahkan jikapun kita yakin kalo "Pandangan Mereka" is nothing.

Emang Toleransi itu ya saling, tapi secara implementasinya kayak "Chicken and Egg Problem", ditelorin..., eh ditolerir duluan atau mentolerir terlebih dulu? Ahahahah. Bagi beberapa orang toleransi itu berarti sesuatu diperlakukan dengan sama, seimbang tapi dengan syarat, cth: "aku hormati kamu sama, JIKA dirimu juga. Kalau nggak, ya anda harus ikut versi toleransi kami, kalo gak mau ngikutin masalah buat lo?", orang seperti itu malah kelihatan sombong, "jika kau toleransi, aku juga", kalau pola pikirnya kek gitu ya sulitlah melahirkan toleransi yang universal. 

Banyak pandangan yang kontradiktif, apalagi soal kebenaran, karena beberapa pandangan tetap merasa lebih akurat daripada pandangan orang lain, malah cenderung maksa, orang yang begitu fanatik dengan pandangannya, selalu suka bersenjatakan kebenarannya untuk menyerang orang lain, terus dipaksain ke orang, makanya sombong, apa ini yang disebut toleran? Merasa paling benar terhadap pandangannya bukanlah solusi tercapainya toleransi, bukankah kebenaran yang dianut sebenarnya bisa dibuat untuk ngembangin nilai-nilai kerendahan hati di diri.

Toleransi bersifat permisif terhadap: perilaku, kebiasaan, praktek, ras, agama, kebangsaan, dll, membebaskan diri sendri dari kefanatikkan. Perbedaan, Pertentangan itu merupakan realita, realita tersebut memerlukan permisif, artinya mengakui kondisi itu walau situasinya negatif yang bahkan buat kita gak nyaman, tapi tanpa berusaha protes dan mengubahnya.

Dengan adanya permisif akan terbentuklah toleransi, ga ada toleransi kalo ga ada permisif, sama dengan kondisi saat anda permisif dengan orang yang mengklakson atau kebutan di depan tempat ibadah, pesta dangdutan, suara mercon, Suara Adzan, penjual babi, dan banyam yang mungkin gak mengenakkanmu padahal itu kebenaran yang sahih bagi orang lain. just say OK!

Kita dapat mentolerir banyak hal yang mungkin terkesan mengganggu tanpa harus membenarkannya, tapi bagaimana kita bisa menerima tanpa memahami kebiasaan yang berada diluar kendali kita? Hampir gak ada yang namanya toleransi dan penerimaan jika tanpa adanya pemahaman terhadap pandangan yang bersebrangan, minimal untuk cukup tahu. Silahkan mulai pahami budaya lain, atau perilaku seseorang yang berbeda dengan anda tanpa harus menerimanya, cukup tau dan liat-liat aja.

Coba liat orang-orang keren yang punya toleransi, otaknya bebas dari prasangka terhadap orang, walupun dia gak kenal siapa mereka? Keren? Mungkin saya agak berlebihan menyampaikannya disini " 6 tahun, cuma sendirian satu sekolah dengan orang yang beda agama tanpa mendapat pelajaran agama, 3 tahun satu kost dengan orang yang tak seagama, bulan kemaren 2 bulan tinggal di tempat keluarga yang berpuasa. Oke2 aja.

Ini menurut saya, toleransi dan penerimaan bukanlah hal yang harus diminta, tapi seharusnya bisa didapatkan, ya awalnya dengan bagaimana kita memahami sebuah perbedaan, tahu tanpa menerima namun tetap permisif.

Apa masalahnya untuk kenal dan dekat dengan orang yang berbeda dengan kita? Pahami mereka itu penting untuk memahami dinamika sosial dan perilakunya.

Finally, coba koreksi kembali diri kita, apakah permisif terhadap hal yang di luar pandangan kebenaran kita, jikapun tidak menerima kebenaran yang lain itu sah-sah saja, tapi tak lantas berusaha menolak atau merubahnya.

 Kurangi protes, Cukup tau aja!.

Comments